Senin, 19 Oktober 2009

KASUS - KASUS AKUNTANSI

KRISIS KAPITALISME DAN KRIMINALITAS KORPORATIS
Tahun 2000
Walden Bello*
Baru baru ini beberapa perusahaan besar yang dulunya terdaftar secara terhormat di Wall street terbongkar praktek praktek tidak layaknya. Fenomena ini adalah hanya sebuah awal. Satu hal yang pasti, yaitu karena memang sudah rawan sebelum jaman Enron, maka legitimasi kapitalisme global sebagai sistim produksi, distribusi dan pertukaran yang dominan akan terus terkikis lebih jauh, bahkan di jantung ranah asal dari sistem ini. Pada jaman kejayaan “Ekonomi Baru” di tahun 2000, survey dari business week memaparkan bahwa 72 persen masyarakat Amerika merasa bahwa perusahaan terlalu menguasai hidup masyarakat. Angka itu sekarang mungkin jauh lebih tinggi lagi.
Sama seperti evaluasi berlebihan terhadap saham yang mengakibatkan jatuhnya perusahaan perusahaan dot.com di Wall street 2000-2001, tindak penyelewengan korporatis merupakan salah satu ciri utama “Ekonomi Baru”. Untuk memahami hal ini, kita perlu memulai dari dua perkembangan penting dalam dinamika kapitalisme global pada kurun 1980-an dan 1990-an: yaitu (1) Kapital finansial menjadi penggerak utama ekonomi global, dan (2) krisis kelebihan kapasitas dan kelebihan produksi dalam ekonomi sektor riil.

Swiss Siap Kerja Sama Pulangkan Duit Koruptor
Koran Tempo (20/09/2007)

Pemerintah Swiss kemarin menyatakan akan mendukung upaya dunia internasional membantu mengembalikan miliaran dolar uang yang ditilap sejumlah pemimpin negara berkembang dan disimpan di sejumlah bank di Swiss. “Kami bersedia bekerja sama,” ujar Menteri Luar Negeri Swiss Micheline Calmy-Rey. Kerja sama itu, kata Calmy-Rey, bisa berbentuk pembekuan aset, restitusi, dan laporan penggunaan uang yang diperoleh dari hasil korupsi. Pemerintah Swiss juga memastikan mereka mendukung penuh program yang diberi nama Stolen Asset Recovery Initiative (StAR) atau Prakarsa Pengembalian Aset Curian, sebuah program kerja sama Bank Dunia dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa.

BPK Hanya Inginkan MA Tertib
Kompas (20/09/2007)

Badan Pemeriksa Keuangan ingin Mahkamah Agung menertibkan diri dalam pengelolaan keuangan negara, terutama dari biaya perkara yang dipungut dari masyarakat atau yang disebut penerimaan negara bukan pajak. Karena itu, dana tersebut harus diaudit BPK dan dilaporkan kepada DPR. Namun, kesempatan menertibkan diri secara transparan dan akuntabel itu tak dilakukan MA. Pimpinan MA bahkan mengulur-ulur waktu dan meminta penundaan audit di MA, Pengadilan Tinggi Bandung, Pengadilan Negeri Bandung, dan Pengadilan Agama Bandung. Karena itu, BPK akhirnya melaporkan kepada Polri melalui surat tertanggal 13 September 2007. Demikian kata Ketua BPK Anwar Nasution kepada Kompas di ruang kerjanya, Rabu (19/9).

Kasus BPPC Menanti Nurdin Halid:
Koran Tempo (19/09/2007)

Kejaksaan Agung segera memeriksa Nurdin Halid dalam kasus dugaan korupsi di Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh (BPPC). Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung Muhammad Salim mengatakan keterlibatan Nurdin di BPPC dimungkinkan karena saat itu Nurdin merupakan salah satu unsur pemimpin lembaga bentukan Orde Baru tersebut. “Nurdin waktu itu, kan, Ketua Induk Koperasi Unit Desa (Inkud),” katanya kepada wartawan di Jakarta kemarin. Meski demikian, dia enggan menjelaskan apa kapasitas dan peran Nurdin dalam kasus itu

BPK Laporkan Pimpinan MA ke Mabes Polri: Uang Biaya Perkara Tidak Bisa Diaudit Kompas (19/09/2007)

Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK melaporkan pimpinan Mahkamah Agung atau MA ke Mabes Polri karena sikap MA yang menolak diaudit BPK. Laporan ke Mabes Polri telah disampaikan tanggal 13 September 2007. Ketua BPK Anwar Nasution menyampaikan hal itu dalam Rapat Konsultasi Komisi III DPR dengan pimpinan BPK, Selasa (18/9) sore. Rapat konsultasi tertutup itu dipimpin Ketua Komisi III DPR Trimedya Panjaitan.

Dampak Sarbanes Oxley Act pada Profesi Akuntan
admin | July 3, 2008
Belakangan ini muncul istilah baru dalam professi akuntansi. Bahkan ilmu ini tampaknya akan berkolaborasi dengan ilmu hukum dan ilmu investigasi yang biasa dilakukan oleh polisi atau kejaksaaan. Bahkan di Amerika belakangan ini professi akuntan sudah menjalin kerjasama dengan FBI (Federal Bureau of Investigation) yang sangat ditakuti itu dan mereka ini sudah banyak menjadi instruktur Audit forensic dan menjadi bagian dari professi akuntan.
Bidang Akuntansi Forensik ini masih merupakan istilah baru kendatipun isu yang dibahasnya sudah lama. Akuntansi Forensik disebut juga auditing forensic atau akuntansi untuk menyelidik praktik kecurangan bahkan di beberapa universitas di Amerika ilmu ini dikaitkan dengan Kecurangan dan etika bahkan dengan dibahas bersama isu risiko. Pada awalnya ilmu ini hanya membahas tentang kesalahan dan cara memperbaikinya. Namun karena intensitas kecurangan korporasi atau skandal akuntansi yang menggunakan media akuntansi semakin banyak dan besar maka perhatian terhadap bidang ini semakin besar pula. Apalagi setelah terungkapnya beberapa skandal besar di Amerika seperti the Cendant/CUC, Informix, Waste Management, World Com, sampai pada puncaknya Enron Corporation.

KORUPSI APBD SIDOARJO: 11 Anggota DPRD 1999-2004 Ditahan
Kompas (13/10/2009)

Sebanyak 11 anggota DPRD Sidoarjo periode 1999-2004 ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Delta, Sidoarjo, Jawa Timur, Senin (12/10). Mereka terlibat dalam kasus korupsi APBD 2003 senilai Rp 21,4 miliar. Satu dari 11 orang tersebut adalah anggota DPRD Sidoarjo periode 2009-2014 dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Kasus ini bermula dari pembagian uang APBD 2003 untuk pos peningkatan kualitas sumber daya anggota DPRD Rp 21,9 miliar yang melibatkan 44 anggota DPRD. Namun, sama sekali tidak ada realisasi anggaran yang berasal dari uang rakyat itu.
Mereka yang ditahan kemarin adalah Arly Fauzi (PKB) yang juga mantan Ketua DPRD Sidoarjo, Eko Suparno (PAN), Amrullah (PAN), Sukiyo Wachid (PKB), Maimun Shiroj (PKB), Choirul Anam (PKB), Ismail Sholeh (PKB), Mahally Salim (PKB), Nushah Achmad (PKB), dan Mustafad Ridwan (PKB). Anggota DPRD Sidoarjo 2009-2014 dari PDI-P adalah Tri Endroyono.
Seluruh terpidana dihukum antara 1 tahun dan 1,5 tahun pidana penjara serta diwajibkan mengganti kerugian negara rata-rata Rp 250 juta. Selain itu, mereka juga diharuskan membayar denda masing-masing Rp 50 juta atau subsider enam bulan penjara.

Tidak ada komentar: